19.2.05

in memoriam

kucing betina jelek itu melangkah sembari memandangi rumahku. mungkin
ia heran mengapa hanya ada aku di sini. ya, aku tahu. aku sendirian
sekarang. istriku mati beberapa hari yang lalu. pergilah! ia berlalu.

perempuan
itu memandangi rumahku. bolu kukus dikunyahnya. ia merasa ada yang
aneh. ia melihatku sendiri. aku ingin ia mendekat. sudah lama sekali ia
tak menyapaku. ia mendekati rumahku. ia mencari-cari sesuatu di bagian
atas rumahku. ya, aku tahu. istriku. kau tidak akan menemukannya di
sana. ia mati beberapa hari yang lalu.

kok tinggal satu, ia bertanya.

ya, perempuannya mati sudah lama, jawab wanita yang sedang menyiangi bayam di samping rumahku.

ia
menatapku iba. jangan menatapku seperti itu. aku menatapnya. ia
menyuapkan sepotong kecil bolu kukusnya. aku menyambutnya. sudah lama
kami tidak seperti ini. aku tidak tahu apakah ia menyayangiku atau
bahkan mencintaiku. mungkin dulu, sekarang tidak lagi. aku selalu
menyambut uluran jari-jarinya. aku tidak tahu mengapa dulu istriku
begitu takut padanya. mungkin istriku takut karena ia begitu berbeda.
ia hanya ingin bersahabat dengan kami. ia tidak ingin menyakiti kami.
istriku takut mempercayai itu.

perempuan itu menerawang. ia
kembali menatapku. masih menatapku iba. jangan kau pandangi aku seperti
itu, perempuan. aku tak apa-apa. aku tahu istriku tidak lagi bersamaku.
sumpah, aku sudah tidak bersedih lagi. sepi, memang, tapi si kucing
betina itu masih sering duduk sambil menjilati bulu-bulunya yang
berkutu di depan rumahku. sepasang kura-kura bertempurung hitam itu
juga terkadang menghampiri rumahku meski hanya untuk mendongak. aku
tidak sendirian. asal kau masih setia mengulurkan sesuatu melalui
jari-jarimu itu. sesekali.

being sok sibuk, i didn’t realize that the green lovebird passed away few days ago.

Tidak ada komentar: