13.6.05

inikah internasionalisasi?

sekali lagi aku meringis kecewa kepada mereka
yang konon pintar
mengapa harus kita yang beranjak ke luar
siapa lagi yang akan tinggal
apakah nanti aku akan tinggal sendiri di sini
merenta dan bertambah bodoh serta apatis
seraya mendendangkan “you all don’t know what it’s like being male middle class and white” sebagai pembenaran atas pembodohan
dan mencibir pada “40 tahun mengabdi, jadi guru jujur berbakti memang makan hati” karena muak pada kenyataan
mengapa harus selalu amerika inggris jepang prancis dan entah apa lagi
mereka sudah memiliki veto
masihkah mereka memerlukan keterpasrahan kita
apa gunanya mempelajari nasionalisme dan falsafah negara di PDPT
jika hanya membuat kita pontang-panting dengan ketidaksanggupan
sampai kapan kita akan menjadi kuli bermandor dollar
tahukah bahwa feminis di sana kadang tidak paham tentang filosofi jilbab
sadarkah bahwa di Yale kajian Sumeria adalah dampak Perang Minyak
ingatkah kita akan sampah yang menggunung dan wabah laten
kita lebih perlu kajian Bantargebang atau Keputih atau Polio atau Tentana
UI, UGM dan Unair lebih pantas membuat kajian Badui atau Tengger
kapan kita akan bersemangat Diponegoro dan melupakan Che Guavara
akankah suatu saat masa muda kita diisi Tohpati dan bukan Joe Satriani
kemana perginya Deddy Dhukun, Odie Agam atau Dian Pramana Putra
mengapa hanya ada Avril, Mandy atau
mungkinkah kita merasa bangga dan puas hanya dengan konser Sunyahni
dan meninggalkan hingar bingar konser Java
mengapa modern adalah seteguk vanilla frappucino Starbucks diiringi Jack Johnson
mengapa bukan sesruput kopi Singa diiringi Didi Kempot
kenapa McDonalds lebih laku padahal Nyonya Suharti lebih seksi
sebelum menjadi benar-benar tidak peduli
aku akan terus bermimpi tentang suatu masa
bahwa Harvard akan mengais-ngais belas dari UI demi selembar MOU
bahwa alumni ITS lah yang akan membangun semua gedung hebat di dunia
dan membuat semua orang lupa bahwa gedung Dharmala hasil karya alumni MIT
bahwa dokter-dokter dari UI akan menemukan serum pembawa kebahagiaan
dan menyingkirkan prestasi dokter-dokter dari Cambridge
bahwa bahasa Indonesia akan menjadi bahasa antar galaksi
dan menggeser bahasa Inggris yang hanya mampu menjadi bahasa internasional
bahwa para pejabat UI akan mengenal lebih jauh siapa itu Pak Dowi dan Mas Dani
bahwa Pak Juhari atau Heri tidak perlu menjilat pada para pejabat UI
bahwa tidak perlu lagi ada pagar antara mahasiswa dan dosen dan pejabat
bahwa tidak harus ada lagi istilah ekonomi kerakyatan
karena Pak Marsah sanggup makan siang di Chopstix dan Pak Usman mau makan tongseng di KanSas
bahwa suatu hari panutan kami bukan lagi Hellen Keller atau Stephen Hawkings atau Salvador Dali
karena kami akan lebih kagum pada Mbah Masmundari atau Cak Kartolo dan Cak Sapari atau Romo Mangun
sambil bermaimpi aku akan terus bertanya-tanya
masihkah Pancasila meninggalkan nasionalisme
pada kita semua yang ingin internasionalisme

Tidak ada komentar: